Santri Pun Bisa Membuat Web-Blog

Pesantren selalu diidentikkan sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang tidak banyak mempelajari urusan duniawi, apalagi teknologi canggih. Lembaga pendidikan tertua di Tanah Air itu pun masih sering diidentikkan sebagai lembaga pendidikan orang desa. Tapi, kesan itu pelan-pelan mulai terkikis.

Anak-anak pesantren kini mulai bersentuhan dengan teknologi. ''Jangan dikira kami hanya bisa baca doa atau tahlilan. Kami pun bisa bersaing dalam pelajaran umum, seperti fisika, matematika, kimia, atau bikin web-blog,'' kata Edi Setiawan, santri Pondok Pesantren (PP) Darussaadah, kemarin.

Seorang santriwati, Arifatus Syarifah, mengatakan, ''Bagi sebagian orang, mungkin kami para santri dianggap baru belajar internet atau komputer. Justru, jauh sebelumnya, kami sudah bisa berinternet.''

Pesantren memang mulai berubah. Persepsi bahwa pesantren hanya tempat menimba ilmu keislaman--tanpa ilmu umum--atau memandang pesantren terbelakang, dinilai ketinggalan. ''Mereka tidak pernah tahu kebenaran sesungguhnya yang ada di pesantren,'' kata KH Ahmad Syihaduddin, pengasuh PP Daar El-Qolaam, Gintung, Jayanti, Serang.

Syihaduddin menyampaikan perubahan pesantren itu di sela acara 'Pelatihan Internet, Wahana Syiar Digital Indigo' di Gintung, Kamis (24/4). Acara itu digelar sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR) Telkom-Republika.

Pelatihan tersebut diikuti sebanyak 75 santri dari 19 PP di Serang, termasuk Edi Setiawan dan Deddy Ibrahim. Dua hari mereka belajar tentang manfaat internet, membuat web-blog (blogspot), serta cara menyambungkan (koneksi) komputer dan telepon untuk melakukan komunikasi dengan internet. Selain itu, mereka juga belajar cara menulis berita, opini, dan artikel-artikel keislaman.

Bekal itulah yang membuat para santri yang tergabung dalam Komunitas Indigo siap berdakwah lewat internet. Misi dakwah itu didorong oleh banyaknya konten porno di dunia maya. Saat ini, bila mengetik kata 'porn' di mesin pencari di internet, jumlah yang muncul mencapai 200 juta lebih. Jauh lebih banyak dibanding kata 'Islam' yang hanya 50 juta. ''Kami siap berdakwah dan mensyiarkan Islam lewat internet,'' timpal Deddy Ibrahim, salah seorang santri yang mengikuti pelatihan.

Kondisi memprihatinkan di dunia maya itu pula yang menjadi salah satu alasan digelarnya pelatihan. ''Kita memang sangat prihatin. Karena itu, melalui pelatihan yang digelar bersama Telkom dan Republika ini, kami berharap akan tercipta masyarakat yang berbudi luhur dalam era digital ini,'' papar Direktur IT PT Telkom, Indra Utoyo.

Dalam pelatihan di Gintung, para pembicaranya adalah Kumayl Mustafa dari Grup Musik Debu, Syaiful Hidayat dari Telkom, serta Arif Supriyono dan Slamet Riyanto dari harian Republika.

Dalam pelatihan web-blog, para santri mampu membuat desain dan fitur-fitur yang menarik dan menyejukkan. Isi web-blog yang mereka buat umumnya tentang nilai-nilai Islam dan ajaran Alquran. Panitia pun memberikan penghargaan bagi pembuat web-blog terbaik.

''Kini, saatnya kita berdakwah melalui internet. Kita menyebarkan nilai-nilai kebenaran dan keluhuran kepada seluruh pengguna internet dari ajaran Islam,'' kata Ketua Panitia Pelatihan, Yulia R.

Pimpinan Redaksi Republika, Ikhwanul Kiram Mashuri, mengatakan musuh terbesar umat Islam saat ini adalah kebodohan dan kemiskinan. Karena itu, dia berharap para santri bisa melahirkan ide-ide kreatif untuk memajukan dirinya.

Mustafa Dawood, vokalis grup musik Debu, mengatakan untuk membangun kreativitas, kuncinya harus berawal dari hati. ''Kalau tidak didorong oleh hati, sesuatu itu tidak akan berhasil. Jika kita mengerjakan sesuatu dengan hati yang tulus, niscaya orang lain pun akan bisa menerimanya,'' kata pria kelahiran Oregon AS pada 9 Juli 1981 ini.

Indra Utoyo mengatakan pelatihan yang diselenggarakan Telkom-Republika ini dimaksudkan sebagai upaya membangun komunitas santri yang kreatif di era digital saat ini. ''Melalui pelatihan ini, kita berharap nantinya akan muncul santri-santri kreatif dalam membawa syiar Islam di masa depan. Sesuai dengan harapan kami, mereka menjadi santri Indigo.

Yaitu, santri yang berbudaya dan menguasai teknologi,'' kata Indra. Dia berharap program itu melahirkan ribuan santri yang mampu berkarya dan berbudaya digital serta mengedepankan mentalitas positif dan berkarya. Terutama, dalam membentuk komunitas Indigo.

Dalam menjalankan CSR-nya, PT Telkom dan harian Republika memiliki program pelatihan guru dan santri Indigo (Indonesia Digital Community). Program santri Indigo merupakan pengembangan pelatihan guru pada kerja sama tahap (tahun) kedua.

Pelatihan santri Indigo ini menyasar pesantren di Jakarta, Depok, Bogor, Ciamis, Garut, dan Bandung. Program Indigo pada 2008 ini akan digelar enam angkatan dengan sasaran bisa mendidik sedikitnya 450 santri. Tujuan utama program ini adalah mengenalkan para santri dengan teknologi digital. Sumber: REPUBLIKA - Jumat, 25 April 2008, Hal: 1
Tags: ,

About author

Curabitur at est vel odio aliquam fermentum in vel tortor. Aliquam eget laoreet metus. Quisque auctor dolor fermentum nisi imperdiet vel placerat purus convallis.

0 Komentar

Posting Komentar